Dear Stranger,


It looks like the world isn't a simple place to be lived on

Beberapa waktu yang lalu saya sempat dimintai izin salah seorang teman saya untuk memberikan nomor hp pada temannya. Dengan alasan yang masuk akal akhirnya saya izinkan, toh ini untuk kebaikan dan cita-cita orang lain. Saya tidak mempermasalahkannya asalkan jelas saja tujuannya. Beberapa menit kemudia 'the stranger' mengirim pesan pendek yang berisi niatnya. Saya memberi penjelasan yang cukup rinci untuk semua pertanyaan-pertanyaannya. Sampai tibalah pada menit ke sekian, the stranger mulai menanyakan hal-hal yang aneh pada saya. Bertanya tentang sesuatu yang sifatnya privasi dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan tujuan sebelumnya.

Saya menangkap gelagat aneh yang akhirnya memaksa saya membuat kesimpulan untuk memanggilnya the stranger. Dua hari kemudian, dia mendadak meminta saya untuk bertemu dengannya. Saya mencoba menolak dengan halus hingga akhirnya ketidaktegasan saya malah bikin dia semakin memaksakan kehendak untuk ketemu. Usut punya usut, ternyata dia benar-benar stranger yang kategorinya sudah masuk dalam kelompok black-list. Saya menggerutu dalam hati sekaligus mencoba bersabar sambil menghirup napas ala yoga dan meditasi.

Saya memberi tahu teman saya kalau the stranger mulai mengganggu aktivitas saya dengan sms-smsnya yang tanpa henti menanyakan kapan bisa bertemu langsung dengan saya. Finally, tameng kecuekan saya pasang kuat-kuat. Tidak peduli. Dan menghindarkan diri. Entah sampai kapan tameng ini akan survive, saya tidak tahu pasti.


Yogyakarta
9 September 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar