SISI LAIN



Qoriatul Mahfudhoh Qoffal
Hari ahad kemarin, organisasi jurnalistik yang saya geluti tengah mengadakan Pendidikan dan Latihan jurnalistik khusus untuk para reporter-reporter el Ma’rifah. Jumlah kami yang cukup minim karena ada beberapa anggota yang mengundurkan diri, jadi semakin minim tatkala beberapa jurnalis harus izin untuk tidak mengikuti acara karena ada acara lain yang bertabrakan. Padahal saya tahu sendiri bagaimana panitia mempersiapkan acara diklat ‘kecil’ ini. Kecewa, ada rasa tidak terima di hati saya, mengingat ini adalah pembekalan penting untuk kader-kader muda. Maka, di hari pertama dan kedua saya pasrah saja ketika hanya beberapa yang mengikuti diklat lapangan.
            Namun, nurani saya agak terusik ketika salah seorang reporter dari salah satu media massa di Malang Raya menyampaikan materi dengan begitu menariknya. Pembekalan ini sangat penting sekali. Kesimpulan saya saat itu agak dibarengi dengan rasa kecewa yang berat. Akhirnya dengan hati dongkol dan ‘sedikit ingin menyidir’ saya mengirim pesan kepada semua anggota jurnalis yang tidak hadir dengan kata-kata seperti ini “Sebenarnya seberapa jauh minat kalian terhadap jurnalistik?”. Ampuh, beberapa merespon dengan kalimat yang panjang dan mencantumkan beberapa agenda penting yang mereka tangani.
            Dari sinilah saya masih belum diberi kesadaran penuh oleh Allah swt mengenai kelakuan saya itu. Padahal saya tahu beberapa dari mereka jujur mengungkapkan alasan. Dan menurut akal logika saya, alasan itu dapat saya terima. Namun, ada juga beberapa yang memang kurang lihai dalam mengelola waktu di antara sekian padatnya agenda. Sampai salah seorang teman sekelas saya yang juga menjadi anggota dalam forum jurnalistik el Ma’rifah membalas pesan saya bahwa ia ingin mengundurkan diri. Saya baru tersadar dari gelegak emosi saya yang memang terlalu tinggi. Sebelumnya, saya juga sempat menegur salah seorang rekan yang benar-benar tidak aktif dalam mengikuti kordinasi. Saya menegurnya agar mengelola waktu sebaik mungkin, sehingga semua hal selesai dengan terstruktur dan rapi. Tapi, kecewanya, dia malah mengajukan pengunduran diri.
            Dari sinilah saya mulai muhasabah diri, sekeras itukah karakter yang saya miliki? Padahal niat saya yang paling utama ketika saya menegur mereka itu adalah supaya mereka mau memacu diri untuk lebih berkompeten. Saya mulai bertanya-tanya dalam hati, apakah ini kesalahan saya atau sebaliknya? Sampai-sampai saya hobi ‘memecat’ orang lain dengan cara yang halus. Setelah sekian jam saya berpikir, ternyata memang ada kesalahan di diri saya ketika mengingatkan mereka. Saya terlalu percaya diri bahwa teguran langsung yang tidak ‘beat around the bush’ adalah style saya. Parahnya, saya tidak tahan dengan suatu hal yang terlalu lambat bertele-telenya. Jika anggapan saya ini benar, maka semakin cepat menegur seseorang untuk berubah tanpa bertele-tele, maka semakin cepat pula reaksi yang akan di dapatkannya. Untuk alasan itulah saya memakai cara langsung tanpa tendeng aling-aling yang mapan.
            Padahal, di sisi lain, ternyata saya mestinya memikirkan perasaan orang lain yang sensitive, yang mudah terbawa emosi, yang terlalu introvert atau bahkan yang tidak pernah dimarahi dan ditegur secara langsung. Kebiasaan inilah yang hingga saat ini saya usahakan untuk sedikit di control. Menyadari sebuah kasus ‘menyakiti’ itu lebih mudah daripada ‘meminta maaf’.
            Saya lanjutkan bahasan saya mengenai kasus saya dengan beberapa rekan tadi, maka, akhirnya saya memutuskan untuk minta maaf setulus-tulusnya kepada mereka yang saya tegur. Cukup merasa bersalah karena kepedean kalau semua orang memiliki mental yang kebal terhadap kritikan. Dan mereka dengan lapang hati ‘melupakan’ kesalahan saya. “Gitu saja di pikir, mbak. Itu kan juga teguran untuk kita. he” dan ada juga yang menjawab aneh seperti ini, “Apa maksudnya itu? Kok kamu jadi cewek geje seh?” Lho kok. Dari jawaban-jawaban itulah saya merasa ada banyak hal yang perlu saya perbaiki dan minimalisir sebaik mungkin. Jawaban mereka merupakan penerimaan yang tulus tentang kelemahan dan sisi lain saya yang satu ini.

Malang, 6 Desember 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar