Take Smile...


Tersenyum...
Pada praktiknya, kita mudah sekali untuk sekedar tersenyum kepada orang lain tanpa makna. Namun sebenarnya, sulit menawar segalanya dengan senyum. Terlebih lagi jika harus tersenyum kepada orang yang dzalim dan pernah menyakiti hati kita. Tetapi, sulit bukan berarti tidak bisa kita lakukan, bukan. Apalagi jika itu hanya tersenyum.
Salah seorang sahabat saya pernah bertanya tentang kabar saya selepas wisuda ini. Dia juga tidak lupa menanyakan pertanyaan wajib mantan mahasiswa S1 'Sekarang lagi sibuk apa?'. Pertanyaan yang mudah sekali saya tebak. Maka, serta merta saya jawab "Saya sedang sibuk sekali tersenyum untuk orang lain", dia tertawa tapi membenarkan ucapan saya saat itu. Entah karena kebetulan atau memang karena takdir, saya memang sedang sibuk membuat senyum setulus-tulusnya untuk orang-orang disekitar saya. Padahal saat itu, hati dan pikiran saya sedang galau-galaunya. Ada problem besar yang menghimpit saya saat itu. Namun, ketika tanpa sadar saya menjawab pertanyaan yang dilontarkan sahabat saya, sontak saya agak kaget juga. Menggabungkan makna-makna baru yang ada di dalam pikiran saya. 


Saya berpikir panjang, "benar juga,,, ngapain bikin orang lain ikut-ikutan bete. Padahal mestinya bete itu kan milik gue." Kalau dipikir-pikir ulang. Semua orang di dunia ini sibuk sekali mencari apa itu materi, sedangkan mereka lupa dengan pertanyaan berikutnya "setelah dapat materi, apa lagi yang kita cari?" Kehidupan yang gulirnya jungkir balik ini ternyata cuma sebatas materi. Mereka lupa sama jawaban kedua, yaitu mencari kebahagiaan. Manusia mencari materi hanya agar hati mereka bahagia. Padahal tembang lawas selalu terdengar dimanapun dan kapanpun kalau "kebahagiaan itu tak hanya dari materi." 


Ketika kita menjadi galau dan susah hati, kenapa mesti membuat orang lain ikut-ikutan susah. Bukankah kebahagiaan itu ada ketika kita mau berbagi bahagia? Bahagia itu takkan berkurang hanya karena kita membaginya, bukan? Nah, pada dasarnya kita tersenyum kepada orang lainpun adalah media membagi kebahagiaan. Tak banyak yang orang lain harapkan dari kita selain membahagiaan sesama. Seandainya senyum itu adalah awal dari bahagia, kira-kira seberapa mahal manusia menghargainya? Jika bahagia itu terformat dalam sebuah materi, seberapa besar nilai nominalnya?






Malang, 27 Februari 2012. 7.27 wib
"Dekat kamar mandi"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar